JAKARTA, iNewsKutaraja.id - Pengobatan alternatif Ida Dayak yang viral di media sosial dalam beberapa waktu terakhir, kini mulai di sorot oleh pemerintah, hal ini dikarenakan masyarakat mulai mencari Ida Dayak sebagai media pengobatnya.
Ramainya antusias masyarakat, seperti yang terlihat di pengobatan Ida Dayak di GOR Kostrad, Cilodong, Depok, Jawa Barat dibatalkan karena massa yang membeludak.
Pihak Kostrad menyebut Ida Dayak mengaku tidak mampu menangani satu per satu pasien hal ini dikarenakan kondisinya sangat ramai. Bahkan dengan kondisi tersebut, pengobatan tidak mungkin selesai dalam 5 hari.
Salah satu pengunjung bernama Yusmaini mengatakan, dirinya sengaja datang untuk menyembuhkan penyakit saraf kejepitnya setelah melihat informasi di TikTok. Untuk diketahui video ida dayak yang mampu mengobati masyarakat dengann metode pengobatan Ida Dayak memang banyak disebarkan di TikTok.
"Saya dapat informasi dari TikTok, anak saya yang tau," ujar Yusmaini.
Dirangkum dari berbagai sumber Ida Dayak memiliki nama asli Ida Andriyani. Dia lahir di Pasir Belengkong, Paser, Kalimantan Timur pada 3 Juli 1972.
Berdasarkan nama panggilan dan pakaian yang dia kenakan, Ida berasal dari Suku Dayak di Kalimantan. Pengobatan yang dilakukan Ida Dayak termahsyur karena tidak menggunakan alat apapun.
Dalam setiap Ida mengobati pasien, Ida Dayak hanya menggunakan minyak berwarna merah yang diketahui merupakan obat tradisional asli Suku Dayak. Ida juga melakukan tarian khas saat mengobati pasiennya.
Keyakinan Ida Dayak
Dari banyak video yang beredar, Ida Dayak membacakan kalimat tauhid (laa ilaaha illallaah) dan basmalah (bismillahirrahmanirrahim) sebelum mengobati pasiennya. Dengan begitu Ida diketahui menganut agama Islam.
Selain saraf kejepit, beberapa pengobatan yang telah dilakukan Ida antara lain mengobati pasien patah tulang, tulang bengkok, dan lain sebagainya.
Meski demikian ada berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan alternatif ini. Mulai dari kondisi kesehatan dan penyakit yang diderita pasien.
Selain itu keahlian serta pengalaman praktisi pengobatan alternatif turut mempengaruhi. Namun sebagai bangsa yang plural kita harus menghargai keragaman budaya, termasuk pengobatan alternatif ini sebagai kekayaan bangsa.
Editor : T Dani
Artikel Terkait