Banda Aceh - Ombudsman Republik Indonesi Perwakilan Aceh melakukan rapid assessment (kajian cepat) tata kelola layanan rujukan pasien untuk mengurangi jumlah laporan keluhan masyarakat dan menghindari pasien terlantar di Instalasi Gawat Darurat (IGD) serta ketiadaan kamar rawat inap di rumah sakit.
Hasilnya, Ombudsman Aceh menemukan sejumlah masalah dalam penerapan aplikasi Sistem Rujukan Terintegrasi (Sisrute).
“Penggunaan aplikasi itu sendiri bermasalah, karena kurangnya sosialisasi dan bimbingan teknis untuk tim pelaksana,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dian Rubianty, Selasa (17/12/2024).
Ia menambahkan ada masalah utama yang sangat mendasar yakni belum adanya harmonisasi, sinkronisasi, dan mitigasi risiko terkait tata kelola rujukan antara Kemenkes dan BPJS Kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut, Ombudsman RI Perwakilan Aceh akan berkoordinasi dengan Ombudsman RI, sehingga permasalahan harmonisasi, sinkronisasi, dan mitigasi risiko terkait tata kelola serta bridging system dapat ditindaklanjuti oleh Ombudsman RI bersama Kemenkes dan BPJS Kesehatan.
Selain itu, ia menyampaikan saran perbaikan untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah, salah satunya meminta Pemerintah Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, dan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur untuk menerbitkan surat edaran. Surat edaran tersebut menegaskan kewajiban penggunaan Aplikasi Sisrute dalam melakukan rujukan pasien oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
“Dinas Kesehatan Aceh perlu menyosialisasikan secara langsung atau daring kepada dinas kesehatan seluruh Aceh terkait penggunaan Aplikasi Sisrute dalam melakukan rujukan pasien,” tutur Dian.
Dian menyebut kajian cepat Ombudsman melalui tahapan deteksi potensi maladministrasi, telaah regulasi tentang pelayanan kesehatan, tata kelola rujukan pasien, serta pengumpulan dan analisis data lapangan.
Editor : Didik Ardiansyah