Dr. Zainal Abidin : Pejabat Gubernur Aceh Telah Lampaui Kewenangan Lakukan Seleksi Kepala BPMA

Jakarta - Gugatan Miswar terhadap proses seleksi kepala BPMA Aceh di Pengadilan Tata Usaha Nagera Jakarta dengan register perkara No 62/G/2025/PTUN/JKT telah memasuki tahap pembuktian.
Erlizar Rusli, SH., MH Penasihat Hukum Miswar selaku Penggugat, membenarkan bahwa sidang tanggal 21 Mei 2025 adalah sudah masuk agenda tahap pembuktian, (Selasa 20/05/25).
Miswar adalah salah seorang peserta yang tidak lulus seleksi oleh panitia seleksi bentukan Pj Gubernur Aceh Safrizal,
Pada saat persidangan 21 Mei 2025 di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang di Ketua oleh Majelis Hakim Irvan Mawardi, SH., MH serta didampingi oleh hakim anggota Yuliant Prajaghupta, SH dan Ganda Kurniawan, SH, Penasihat Hukum Penggugat menghadirkan saksi yaitu Marzuki Daham mantan Kepala BPMA Pertama dan Ahli Dr. Zainal Abidin, SH., MSi, MH, Dosen Hukum Tata Negara dan Adminitrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Syiahkuala, (Rabu/21/05/2025).
Dalam keterangannya sebagai ahli Zainal Abidin menjelaskan apa yang dilakukan oleh Pj Gubernur Aceh pada saat melakukan seleksi kepala BPMA adalah tindakan jabatan yang telah melampui kewenangan, karena seharusnya Pj Gubernur Aceh harus memahami kekhususan Aceh sebagaimana amanah Undang-Undang Pemerintahan Aceh No 11 Tahun 2006 (UUPA), Aceh merupakan daerah khusus dan otonom berdasarkan UUPA hasil MoU helsinki antara GAM dan Pemerintah Republik Indonesia, Aceh dalam sistem pemerintahannya dipimpin oleh seorang Gubernur. Gubernur yang dimaksud kata Zainal berdasarkan UUPA pada Pasal 1 angka 7 adalah : “Gubernur adalah kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”, sedangkkan Pj Gubernur Aceh adalah kepala Pemerintahan sementara yang di tunjuk oleh Pemerintah Pusat untuk mengisi kekosongan sementera sampai dilantiknya Gubernur Definif hasil Pemilukada.
Di samping itu Zainal Abidin menjelaskan dalam sidang, Gubernur defenitif memiliki kewenangan atribusi yaitu kewenangan yang melekat berdasarkan perintah UUPA, Pj Gubernur kewenanagnnya Delegasi maknanya kewenangan Pj Gubernur terbatas dan setiap tindakan Pj Gubernur seyogyanya harus mendapatkan persetujuan tertulis dari orang yang memberikan delegasi, dalam hal kewenagan yang demikian seorang Pj Gubernur Aceh pada saat hendak melakukan seleksi kepala BPMA harus mendapatkan persetujuan secara tertulis dari Menteri dalam Negeri atau Menteri terkait dalam proses seleksi kepala BPMA tersebut. Hal itu diatur dalam Pasal 15 Ayat (2) dan (3) Permendagri 4/2023.
Berdasarkan hasil persidangan Zainal Abidin menyatakan tidak melihat hal tersebut terpenuhi semuanya, karena Surat Keputusan Pj Gubernur Aceh dalam membentuk Panitia seleksi kepala BPMA tidak ditemukan persetujuan Menteri selaku atasan Pj Gubernur pada saat Pj Gubernur melakukan seleksi Kepala BPMA, tindakan yang demikian dapat dikatakan tindakan jabatan yang telah melampui kewenangan dan hal ini dapat dikatakan sebagai tindakan pelanggaran hukum.
Disisi lain, seleksi kepala BPMA merupakan tindakan strategis maka sudah seharunya tindakan tersebut dilakukan oleh Gubernur defenitif sesuai amanah UUPA. Karena kepala BPMA yang lama atas nama Teuku Muhammad Faisal, masa jabatannya telah di perpanjang oleh Menteri ESDM sejak 25 November 2024 dan berakhir pada 25 November 2025 sehingga tidak terdapat uregensi kepentingan hukum mendesak harus dilaksanakan seleksi kepala BPMA oleh Pj Gubernur. Gubernur defenitif hasil proses pemilukada secara demokratis sudah ada yaitu Muzakir Manaf yang dilantik 12 Februari 2025, secara hukum Muzakir Manaf selaku Gubernur Defenitif masih memiliki waktu untuk melakukan seleksi kepada BPMA sebagaimana amanah Perauturan Pemerintah 23 Tahun 2025 Tentang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi Di Aceh.
Lagi menurut Zainal sangat jelas dalam PP 23 Tahun 2015 Pasal 26 huruf d mengatakan persyaratan tentang syarat calon kepala BPMA tidak membatasi tentang usia harus 56 tahun, namun apabila ditetapkan maka hal tersebut merupakan tindakan deskresi yang bukan kewenangan pansel untuk untuk melakukan pembatasan usia dan hal itu juga bertentangan dengan PP yang dilakukan oleh Pj Gubernur melalui pansel, karena PP mensaratkan hal yang terpenting untuk menjadi kepala BPMA adalah harus memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan manajerial dalam bidang Minyak dan Gas Bumi, apakah kepala BPMA hasil seleksi Pj Gubernur memiliki pengalaman dibidang migas sebagaimana amanah PP 23 Tahun 2015. Untuk menjawab hal tersebut biarkan hakim yang memutuskan berdasarkan fakta persidangangan ungkap Zainal. Hal tersebut bukan ranahnya sebagai ahli untuk menjawabanya dalam hal menilai seseorang berdasarkan pengalaman dan latar belakang, karena tidak ada urusan menyerang pribadi seseorang dalam keterangan saya sebagai ahli dalam perkara ini, saya hanya menjelaskan perihal hukum tentang proses tersebut yang menurut saya sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Zainal, masa jabatan Kepala BPMA Teuku Muhammad Faisal yang telah diperpanjang oleh Menteri ESDM baru berakhir pada 25 November 2025, sehingga tidak terdapat keadaan mendesak Pj Gubernur diharuskan melakukan seleksi kepada BPMA, karena berdasarkan Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2015 yang merupakan turunan UUPA, juga menerangkan yang dimaskud dengan Gubernur pada Pasal 1 angka 7 adalah “Kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”. dengan demikian tindakkan Pj Gubernur Aceh yang telah melakukan seleksi kepala BPMA adalah tindakan jabatan melampui kewenangan tambahnya.
Disamping itu apabila kewenangan seorang Pj Gubernur Aceh hanyalah berdasarkan Permendagri 4/2023, dan apabila itu menjadi rujukan seorang Pj Gubernur boleh melakukan seleksi kepala BPMA juga mensoh karena Permendagri tersebut tidak termasuk dalam Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan permendgri tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi diatasnya kalau bertentangan maka berlaku asas hukum (Lex superiori derogat legi inferiori), sehingga dalam kontek seleksi kepala BPMA yang dilakukan oleh Pj Gubernur Aceh apabila mengacu kepada Permendagri haruslah dikesampingkan karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2025 dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh tutupnya.
Editor : Didik Ardiansyah